
Jakarta – Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 menunjukkan bahwa 64,50 juta penduduk Indonesia berada dalam kelompok umur pemuda. Ironisnya, persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya 21℅ dibanding sektor manufactur sebanyak 24℅ dan sektor jasa sebanyak 55℅.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai perlu ada upaya serius untuk mendorong generasi muda agar mau bekerja ke sektor pertanian. Pasalnya saat ini tenaga kerja pertanian didominasi oleh orang-orang usia lanjut.
Profil petani secara nasional saat ini berdasarkan kelompok umur, sekitar 17,29% atau sebanyak 6,61 juta tenaga kerja pertanian berusia kurang dari 30 tahun.
Kemudian sekitar 29,15% atau sebanyak 11,14 juta orang berusia 30-44 tahun, lalu sekitar 32,39% atau sebanyak 12,38 juta orang berusia antara 45-59 tahun, dan sekitar 21,7% atau sebanyak 8,09 juta orang berusia di atas 60 tahun.
Dari keseluruhan tenaga kerja di sektor pertanian tersebut sekitar 65,23% nya berpendidikan setara SD ke bawah.
Bisa dibayangkan dengan gambaran kondisi data serupa itu bagaimana mungkin mengandalkan para pelaku utama usaha tani tersebut untuk mampu menopang beban berat seluruhnya dalam mewujudkan target sasaran pembangunan pertanian, khususnya dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Regenerasi Petani saat ini jelas sangat mengkhawatirkan. Faktor usia petani secara umum tentu saja akan sangat berpengaruh pada kemampuan meningkatkan produktivitas hasil usaha taninya, termasuk juga kemampuan untuk berdaptasi dan berinovasi terhadap kemajuan teknologi pertanian yang semakin canggih, dan hanya mungkin dapat dijalani oleh para generasi milenial.
Inilah saatnya para generasi milenial harus mulai menggantikan para petani yang sudah senior tersebut.
“Masalahnya, sudah siapkah kalangan generasi milenial menjawab kekhawatiran ini?. Serta, apa yang harus kita persiapkan untuk upaya regenerasi petani ini?” ungkapnya.
Seberapa Pentingkah Regenerasi Petani?
Artikel kajian Fahrani 2009 dan Lovitasari dkk 2017, terkait dengan minat generasi muda untuk menjadi petani atau berusaha di bidang pertanian cenderung menurun.
Angkatan kerja pertanian maupun pengusaha pertanian lebih didominasi oleh golongan penduduk usia di atas 40 tahun.
Kajian tentang fenomena penuaan petani dan implikasinya terhadap pembangunan pertanian. Dilaporkan bahwa usia rata-rata petani semakin tua dan jumlah petani usia muda semakin menurun.
Masalah penuaan petani ini patut menjadi perhatian semua pihak. Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun.
Akibatnya produksi pertanian juga tentu akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidak-seimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi.
Sedangkan permintaan produk pangan diperkirakan akan terus naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ekonomi dan pertumbuhan industry pengolahan makanan.
Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif sebenarnya bukan hanya terkait pada aspek ekonomi saja, tetapi juga akan menimbulkan isu lingkungan.
Dimana akan timbul kecenderungan lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap, kemudian lahan-lahan tersebut akan cenderung berubah fungsi menjadi lahan terbangun, seperti perumahan, industry dan infrastruktur, sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan akan muncul permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.
Kondisi nyata yang terjadi saat ini, dimana hampir sebagian besar anak-anak petani tidak ada lagi yang bersedia meneruskan usaha tani orang tuanya. Akhirnya para petani lebih memilih menjual lahan pertaniannya atau merubah fungsinya jadi bangunan rumah, karena tidak ada yang akan menggarap lagi.
Kondisi alih fungsi lahan seperti ini terlihat jelas pada kawasan pertanian subur dipinggiran kota besar, dimana lahan-lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi hunian, kawasan industry atau perkantoran.
Akibat lebih jauh dari kondisi serupa itu tentu saja akan berpengaruh pada jumlah produksi pertanian dalam negeri yang akan semakin tidak mencukupi permintaan.
Demikian halnya dengan aspek sosial yang mungkin juga akan muncul kemudian jika lahan-lahan pertanian semakin menyusut disertai dengan kelangkaan bahan makanan, maka permasalahan social seperti kelaparan, kemiskinan, kejahatan, dan lain sebagainya bisa saja muncul dikemudian hari.
Dilihat dari gambaran permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan yang mungkin bisa muncul akibat menurunnya minat generasi muda di sector pertanian, maka kita semua tentu sepakat bahwa Regenerasi Petani itu sangat penting untuk dilakukan.
Rendahnya minat kalangan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian dimungkinkan adanya anggapan bahwa usaha tani ini adalah sebagai bidang pekerjaan pilihan terakhir dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Jadi kaum milenial merasa gengsi jika bekerja menjadi petani.
Ditambah lagi dengan rendahnya penguasaan lahan pertanian akibat sistem bagi waris, yang menyebabkan usahatani dianggap tidak layak untuk menjamin kebutuhan hidup. Kemudian anggapan bahwa pendapatan dari hasil pertanian tidak menentu serta factor resiko kerugian yang tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Pelatihan Pertanian (BPPSDMP), Dr. Ir. Leli Nuryati M.Sc, menyampaikan terdapat beberapa faktor penyebab pemuda Indonesia kurang tertarik untuk bekerja di sektor pertanian.
Faktor penyebabnya, lanjut Leli, pertama, masalah lahan, kita selalu tertumpu pada lahan-lahan yang ada di Jawa. Oleh karena itu, kita perlu perlu memperluas pengetahuan kepada para pemuda bahwa kita tidak harus selalu bertumpu pada lahan yang ada di Jawa.
Kedua, prestise sosial. Hal ini membutuhkan branding yang baik tentang pertanian bahwa pertanian itu keren.
Ketiga adalah banyak yang tidak terjun ke sektor pertanian karena sektor ini berisiko baik dari sisi alam maupun harga.
Terakhir adalah masalah pendapatan yang rendah dan kurangnya insentif dari pemerintah.
“Pemuda tidak mau terjun ke sektor pertanian karena pendapatan yang lebih rendah. Memang kalau kita tidak mengusahakan pertanian secara serius maka pendapatannya akan lebih rendah. Lalu, banyak yang mengatakan pemerintah kurang perhatiannya kepada petanian. Padahal belum tentu, hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan akses informasi,” paparnya dalam acara seminar yang diadakan oleh Fakultas Pertanian UGM.
Kriteria Milenial Seperti Apa Yang Dibutuhkan Dalam Proses Regenerasi Petani?
Usaha tani itu pada hakekatnya bukanlah jenis pekerjaan yang mudah untuk dilakukan sambil lalu, tetapi merupakan bidang pekerjaan yang memerlukan keseriusan, didasari dengan pengetahuan khusus, ditangani secara professional, serta harus memiliki keterampilan teknis yang memadai, dan yang paling penting adalah memiliki kesiapan mental untuk mampu menghadapi berbagai resiko kegagalannya.
Dunia pertanian di era modern ini tidak lagi ditangani secara tradisional, tetapi sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana proses untuk menghasilkan produk pertanian yang unggul dan berdaya saing, telah ditunjang dengan berbagai kecanggihan teknologi pertanian yang serba digitalisasi.
Oleh karena itu maka untuk mendorong generasi milenial kedalam dunia pertanian perlu adanya upaya khusus dalam memilih profil generasi muda yang cocok dan tahan uji di dunia pertanian.
Pengertian Petani Milenial menurut BPS adalah Petani yang berusia 19 tahun sampai dengan 39 tahun, dan atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Berdasarkan pengertian itu, maka secara umum dapat kita fahami bahwa profil petani milenial yang dibutuhkan dalam rangka regenarasi petani ini harus memiliki kriteria dasar sebagai berikut:
- Sudah dewasa dan memiliki tanggungjawab, minimal bagi diri sendiri dan keluarganya. Secara usia kira-kira antara 19 sd 39 tahun.
- Memiliki tekad dan semangat untuk terjun ke dunia pertanian.
- Memiliki pengetahuan dasar tentang usahatani.
- Memiliki kemampuan adaptasi terhadap kemajuan teknologi, terutama teknolgoi digital.
- Memiliki jiwa kewirausahaan.
- Memiliki kreatifitas.
Indonesia sebagai negara agraris, dengan kekayaan sumber daya dan plasma nutfah yang melimpah tiada tara, tentunya masih menyimpan sejuta harapan bagi segenap masyarakat untuk dapat mengandalkan kehidupannya dari dunia pertanian.
Karenanya upaya regenarasi petani adalah merupakan langkah yang tepat untuk menjamin kesinambungan aktivitas pertanian dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Mentan RI, “Kalua Tidak Mau Miskin, Bertanilah.. Saya Jaminannya”
Seperti diutarakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), kredibilitas generasi muda di bidang pertanian saat ini semakin berkembang.
“Saya makin percaya anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa punya peluang kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. Tak hanya itu, generasi milenial bidang pertanian saat ini tak hanya sekadar bertani, namun juga cerdas berwirausaha tani dengan memanfaatkan teknologi digital”, ungkapnya.
Tentu saja peran kaum milenia dalam dunia pertanian akan menempatkan pada posisi yang berkaitan dengan hilirisasi produk misal digitalisasi produk, pemasaran produk dan promosi produk dari komoditas yang akan dirintis pengembangan usahanya.
Tim Deruci Agrikultur : Lakukan Saat Ini atau Lupakanlah..
Permasalahan mandegnya regenerasi petani hingga saat ini merupakan persoalan serius dan sangat strategis untuk segera diatasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
Strategi tersebut sangat tepat diwujudkan melalui Program Petani Milenial. Jaman terus berubah, persoalan pada sector pertanian terus bertambah, maka pelaksanaan Program Petani Milenial ini harus dilakukan sekarang sebelum terlambat, atau tidak sama sekali.
Sektor pertanian diharapkan dapat beradaptasi di bidang teknologi dan informasi sehingga peran petani milenial mampu diberdayakan dan dioptimalkan secara luar biasa dalam rangka pemenuhan produksi nasional.
Ketua Tim Pelaksana Lapangan, Deruci Agrikultur, H. Goni, mengatakan, kemasan prospek peluang usaha di pertanian harus digambarkan secara optimis, sehingga akan menjadi daya tarik para petani untuk mulai terjun mengelola pertanian secara serius dan focus.
Kemauan, sikap mental dan perubahan stigma nasib petani yang negative harus dibuang jauh oleh generasi petani milenial.
Dan berkreasi dan berinovasi untuk terus berkarya harus menjadi inspirasi dalam mengelola sumber daya pertanian oleh para petani muda milenial.
Terakhir, menurut Goni, secanggih apapun teknologi digital, kalau sumber daya pertaniannya tidak memiliki integritas moral berupa kemauan dan sikap mental maka potensi lahan juga akan hilang dengan sendirinya.
“Kami dari Deruci mengajak para petani Kabupaten Pekalongan, mari di mulai dari sekarang mengolah lahan. Kita wujudkan hidup di Desa, Rejeki Kota dan Bisnis Mendunia”, tegas Goni.
Petani pekalongan memerlukan pasar terpadu yg mempertemukan petani dan pembeli, saat ini pemasaran hasil tani merupakan masalah yang sangat rumit