
MMC Pos – Kehadiran Standar Nasional Indonesia (SNI) terbaru mengakomodasi kualifikasi jagung kualitas untuk makanan ternak.
Menurut Pengurus Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Hudian, pemasok jagung lokal kini dapat menyesuaikan stok jagungnya dengan SNI sehingga jagung yang memenuhi kualitas tersebut yang semula didapatkannya dari impor kini dapat diisi oleh pemasok nasional.
“Ini memang sebuah terobosan dari pimpinan perusahaan di GPMT, guna melakukan upaya-upaya di luar jumlah produksi, serta peningkatan kualitas maupun nilai tambah dari pada pelaksanaan usaha,” ujar Hudian kepada perwakilan Deruci Kabupaten Pekalongan.
Kami akan menampung pasokan berapa ton pun langsung dari petani, lanjut Hudian, jika jagung tersebut memenuhi persyaratan standarisasi kualitas.
“Karena selain mempengaruhi mutu juga berkaitan dengan keamanan pangan. Dalam SNI dipersyaratkan kandungan aflatoxin maksimum untuk jagung sebagai pakan ternak”, ungkap Hudian.
Ia juga menjelaskan bahwa cemaran aflatoxin dan kadar air tinggi pada jagung merupakan salah satu masalah utama pada kegiatan pasca panen jagung. Hal itu sangat berpengaruh dan signifikan dalam meningkatkan posisi tawar, sehingga jagung bisa diterima oleh pabrik pakan.
Terkait tuntutan kualitas jagung, Handono Warih, Koordinator Deruci Agrikultur Sistem (DAS) mengatakan, DAS upaya lain adalah mendorong bantuan benih jagung bersertifikasi dari pemerintah yang sudah di distribusikan kepada Kelompok Tani (Poktan) Suka Maju, Desa Ujungnegoro dan Desa Windurojo, Kabupaten Pekalongan.
Menurutnya, jagung salah satu komoditas strategi dan bernilai ekonomis yang berpeluang dikembangkan sebagai makanan ternak dan bahan baku industri.
“Kami melakukan upaya peningkatan produksi dan peningkatan kualitas hasil pertanian budidaya jagung melalui kegiatan pengembangan bermitra” ujar Handono, Jumat (15/7/2022).
Selain itu Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo memberikan arahan kepada Poktan yang menerima bantuan benih jagung dari pemerintah harus ekstra-ordinary (luar biasa) tidak lagi biasa-biasa saja terhadap program pembangunan pertanian.
“Penyusunan programnya harus fokus dengan apa yang akan dicapai, tidak asal alokasikan bantuan tanpa ada output yang jelas”, tandasnya.